Asal Mula Katak di Bumi Asmat, Papua.
Cerita Rakyat Papua
Judul asli :
Ker Araucasam Atakham
Judul asli :
Ker Araucasam Atakham
Ker dan adik-adiknya
ALKISAH, dahulu di daerah Asmat hiduplah tujuh orang bersaudara
yang telah yatim piatu. Ayah dan ibu mereka telah lama meninggal karena
suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Anak tertua dari tujuh bersaudara itu bernama Ker. Menyusul di
belakangnya, adiknya yang bernama Okhrobit, kemudian Ovorirat. Anak yang
keempat, kelima, dan keenam semuanya mempunyai sebuah nama, yaitu
Beribit Ua,Beribit Enga,Beribit Uco. Dan yang paling bungsu adalah
seorang anak perempuan, bernama Taraot.
Ketujuh orang bersaudara ini sepeninggalan orang tuanya diasuh oleh
neneknya, bernama Yamsyaot. Nenek Yamsyaot terkenal sangat keras dalam
mendidik mereka. Mereka tinggal di suatu tempat yang terpencil, jauh
dari kampung-kampung lainnya. Nenek Yamsyaot membuat sebuah rumah yang
hangat bagi cucunya. Rumah itu terbuat dari tiang-tiang kayu dan ijuk
sebagai tembok dan atapnya. Rumah tradisional ini terkenal di seluruh
Irian Jaya dengan nama honay (honai).
Rumah Honai (rumah adat suku asmat), Papua, Indonesia |
Pada suatu hari Ker araucasam atakham ( dalam bahasa Asmat, artinya Ker
dan adik-adiknya) turun kesungai untuk mencari ikan. Mereka
mempergunakan panah kecil untuk mendapatkan ikan-ikan. Ikan yang banyak
terdapat disungai itu adalah ikan vet dan bupit. Tetapi ikan-ikan itu
pandai menghindar. Mereka bersembunyi di tepi sungai pada balik
batu-batuan di balik batang-batang kayu. Begitu asyiknya Ker dan
adik-adiknya memburu ikan-ikan, tak disadarinya anak panahnya mengenai
ekor dari seekor ikan gabus yang sangat besar. Rupanya ikan yang akan di
bidiknya itu bersembunyi di balik ikan gabus besar yang mungkin
dikiranya batang kayu. Anak panah yang dilepaskan Ker mengenai pangkal
ekor ikan gabus itu. ikan tersebut menggelepar-gelepar kesakitan.
Keenam saudara itu terkejut dan heran, mereka tidak menyengka akan
menemukan ikan gabus sebesar itu. Setelah diselidiki ternyata ikan gabus
itu diikat dengan seutas tali rotan dibagian kepalanya. Baru
teringatlah olah mereka kalau ikan itu adalah ikan yang dipelihara olah
nenek Yamsyaot rupanya ikan itu sudah lama sekali dipelihara sehingga
ikan itu sangat besar dan dapat dimakan oleh satu keluarga besar.
Ker merasa sangat menyesal telah melukai ikan itu. nenek sudah dengan
susah payah memelihara ikan gabus itu.sekarang karena ulahnya ikan itu
hampir mati. Disamping menyesal dia juga takut kalau-kalau perbuatannya
diketahui oleh nenek Yamsyaot. Pasti Ker dan adik-adiknya akan dihukum,
dikutuk bahkan dibunuh. Oleh karena itu timbullah niat dalam hatinya
untuk membunuh ikan gabus itu. ia akan menghabisi ikan itu tanpa
sepengetahuan nenek Yamsyaot. Tetapi sebelum menjalankan niatnya,
terlebih dahulu ia bermusyawara dengan adik-adiknya. Pada mulanya
adik-adiknya tidak setuju dengan niat kakaknya itu. beberapa hari
kemudian, diadakan lagi perundingan. Akhirnya mereka sepakat untuk
mebunuh ikan gabus yang besar dan gemuk itu.
Anak perempuan dari Suku Asmat, Papua. |
Dalam mengadakan musyawara, mereka tidak mengikut sertakan si bungsu
Taraot. Taraot sangat dikasihi oleh nenek Yamsyaot. Ia adalah anak
perempuan satu-satunya dari ketujuh saudara itu. setelah semua rencana
ditetapkan, maka mereka menunggu saatnya nenek Yamsyaot pergi menokok
sagu. Tempat itu jauh, biasanya nenek Yamsyaot pergi untuk beberapa hari
lamanya.
Sekarang saat yang dinantika telah tiba, pagi sekali nenek Yamsyaot telah berangkat ia berpesan kepada cucunya.
“Ker, engkau anak yang tertua dalam keluarga ini. Nenek berharap engkau
dapat menjaga adik-adikmu, dan bertanggung jawab atas segala sesuatu
sepeninggalan nenek. Tinggallah kalian baik-baik dirumah, makanlah sagu
yang sudah nenek sediakan di dapur.”
Demikian pesan nenek Yamsyaot kepada Ker dan adik-adiknya. Kemudian
nenek itu berbalik kepada Taraot, dan menyampaikan pesan pada gadis
kecil itu.
“Taraot cucuku, tinggallah bersama kakak-kakakmu dan patuhilah apa yang
dikatakan oleh Ker. Tetapi bila engkau tidak diperhatikan dan tinggal
sendiri, ikutlah nenek ketempat menokok sagu. Nenek akan memberi tanda
(petunjuk jalan) ketempat itu. setelah berkata demikian berangkatlah
nenek Yamsyaot.
Sepeninggalan nenek itu Ker dan adik-adiknya bersiap untuk menjalankan
rencana mereka. Mereka lalu turun kesungai, mereka membunuh ikan gabus
milik nenek Yamsyaot. Ikan itu kemudian dipotong-potong dan diaduk
dengan sagu. Setelah dibungkus dengan daun sagu (daun rumbia) lalu
dibakar. Pekerjaan itu dilakukan tanpa sepengetahuan Taraot. Bahkan
setelah makanan itu masak, Taraot tak diberi sedikit pun. Mereka
khawatir Taraot akan menanyakan dari mana asal makanan itu. Kalau Taraot
mengetahui, pasati ia akan memberitahukannya pada nenek Yamsyaot. Tentu
saja mereka akan dihukum.
Taraot ternyata mengetahui juga segala apa yang dilakukan oleh
kakak-kakaknya. Tanpa sepengetahuan mereka Taraot telah mengintip
pekerjaan mereka. Taraot mendengar pembicaraan-pembicaraan mereka sejak
beberapa hari sebelumnya. Ia baru keluar dari persembunyiannya setelah
kakak-kakaknya menghabiskan makanan itu, ia berpura-pura lapar sekali.
Ia meminta makanan dari kakak-kakaknya. Tetapi makanan itu sudah habis
dimakan. Tak ada sisa sedikitpun untuk diberikan pada Taraot. Taraot
mulai merajuk dan mengatakan, ia akan melaporkan perbuatan mereka pada
nenek Yamsyaot.
“Kakak-kakak telah memakan makanan yang lezat, akan tetapi tak sedikpun disimpankan untukku. Biarlah aku akan menyusul nenek”.
Mendengar kata Taraot, maka Ker berkata” pergilah menyusul nenek.memang
hanya engkaulah yang dikasihinya. Kami akan pergi dari tempat ini dan
engkaulah yang akan mendapatkan seluruh warisannya.
Setelah berkata demikian, Ker dan adik-adiknya bersiap-siap untuk
melarikan diri sejauh-jauhnya. Mereka berusaha lari sejauh-jauhnya
sebelum Taraot menemui nenek Yamsyaot. Taraot pasti mengadukan perbuatan
mereka. Tinggallah Taraot sendiri. Ia merasa dongkol dan marah. Ia pun
segera menembus hutan-hutan sagu untuk menemui neneknya. Tak lupa ia
memungut dan mengumpulkan tulang-tulang ikan yang di buang
kakak-kakaknya. Semua itu akan diserahkan pada nenek Yamsyaot sebagai
bukti perbuatan mereka.
Taraot akhirnya sampai didusun sagu tempat nenek Yamsyaot menokok sagu. Dari jauh ia telah memanggil-manggil nama neneknya.
Nenek,nenek! Kau dimana? Ini cucumu Taraot!”beberapa kali ia memenggil
demikian. Akhirnya terdengar juga oleh neneknya. Nenek Yamsyaot sangat
senang mendengar suara cucunya. Kemudian ia menjawab dengan penuh
kegirangan.
“Mari cucu ku sayang! Kenapa engkau datang sendirian mana, kakak-kakak
mu?mengapa tidak seorang pun yang mengantarkanmu kesini?” maka
berkatalah Taraot dengan sedih bercampur marah.
“Ah…. Nenek. Kakak-kakak itu tidak lagi sayang kepada saya, Mo. Mereka
sudah benci kepada saya. Ketika saya lapar mereka tidak memberikan saya
makanan. Bahkan semua makanan dihabiskan oleh mereka. Itulah sebabnya
saya menyusul nenek ke sini.”
Setelah mendengar pengaduan Taraot, nenek Yamsyaot meraihnya agar dekat. Kemudian nenek itu menghibur cucunya.
“Sudahlah Taraot, jangan merajuk juga. Nanati kita makan bersama-sama
disini. Nenek sudah menyediakan sagu bakar. Juga ada udang yang enak
dari kali kecil itu. anak laki-laki selamanya tak dapat diharapkan.
Padahal nenek telah mengatakan agar mereka sentiasa melindungimu.
Ternyata mereka berbuat sebaliknya. Ayo mari kita makan.”
Kemudian mereka makan dengan lahapnya, Taraot sangat lapar. Sehingga ia makan banyak sekali.
Setelah selesai makan, dalam waktu beberapa saat kemudian kantuk mulai
menyerang Taraot. Ia tertunduk di bawah pohon dan kepalanmya
terangguk-angguk. Melihat cucunya terkantu-kantuk demikian nenek
Yamsyaot merasa kasihan. Ia lalu mengangkat cucunya itu. memangkunya
sambil membelai-belai kepalanya. Alangkah terkejutnya nenek Yamsyaot tak
kala suatu benda menusuk telapak tangannya. Setelah diteliti ternyata
sepotong tulang ikan. Rupanya Taraot meletakkan tulang ikan gabus sisa
makanan kakak-kakaknya itu di rambutnya. Nenek membangunkan Taraot dan
bertanya.
“Mengapa engkau tidak minta tolong kepada kakak-kakak mu untuk mencari
kutu di kepalamu ini? Coba liat banyak sekali tulang iakan di kepalamu,
dari mana tulang-tulang iakan ini?”
“Nenek! tadi saya sudah katakana, mereka tidak peduli lagi dengan saya
tulang-tulang ikan itu adalah bekas makan mereka yang dilemparkan
kekepala saya.”
Demikian jawab Taraot kepada neneknya. Kemudian dengan manja lagi ia
menyusupkan kepalanya ke bahu neneknya. Tetapi nenek Yamsyaot mendorong
tubuh Taraot kedepan, lalu menanyakan apa sebabnya. Nenek Yamsyaot mulai
merasa curiga ketiaka memperlihatkan tulang-tulang ikan itu. nalurinya
mengatakan bahwa itu adalah tulang seekor ikan gabus yang sangat besar.
Taraot lalu menceritakan bahwa kakak-kakaknya telah menangkap seekor
ikan gabus yang sangat besar. Menurut dugaanya ikan itu adalah ikan yang
dipelihara nenek Yamsyaot. Ikan itu telah dipotong-potong lalu dibakar,
mereka telah menghabiskan ikan itu. beserta sagunya. Mereka tidak
memberi sedikitpun kepadanya. Mendengar hal itu nenek Yamsyaot menjadi
berang, ia lalu bertanya lagi.
“apakah ikan itu yang terikat disungai dengan seutas rotan?”
“benarlah nek. Saya lihat mereka menariknya dengan rotan.”
Mendengar perkataan itu nenek Yamsyaot semakin marah. Disaat itu juga ia
menuduh cucunya itu bersekongkol dengan keenam kakak-kakaknya. Ia
datang kesitu hanya untuk mengelabui nenek Yamsyaot.
Amarah nenek itu tak tertahankan lagi. Taraot diangkatnya tinggi-tinggi
lalau dilemparkannya keatas pucuk pohon sagu. Taraot tersangkut disana.
Kemudian nenek yang bengis itu menyuruh cucunya mengeluarkan suara:
khar,khar,khar.
Ha ha ha....
ReplyDeleteDongeng dongeng.... ^_^