Geografi sma :Dinamika Perubahan Atmosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan
1. Atmosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi
a. Ciri-Ciri Lapisan Atmosfer dan Kegunaannya
1) Definisi Atmosfer
Atmosfer ialah lapisan gas dengan ketebalan ribuan kilometer
yang terdiri atas beberapa lapisan dan berfungsi melindungi bumi dari
radiasi dan pecahan planet lain (meteor). Meteorologi adalah
ilmu yang mempelajari atmosfer yang menekankan pada lapisan udara yang
menyelubungi bumi. Beberapa hal pokok yang dipelajari dalam meteorologi
di antaranya adalah angin, awan, cuaca, guntur, gejala cahaya, endapan
air di udara, serta suhu dan tekanan udara.
Dua bagian utama yang dipelajari di afmosfer sebagai berikut.
a) Bagian atmosfer atas, yang dimonitoring dengan menggunakan
balon yang dilengkapi dengan meteograf (alat pencatat temperatur,
tekanan, dan basah udara), juga balon yang dipasangi alat berupa radio
sonde yang dapat memancarkan hasil penyelidikan mengenai temperatur,
tekanan, dan lengas udara ke permukaan bumi.
b) Bagian atmosfer bawah, yang dimonitoring dengan beberapa alat
pencatat secara langsung dengan menggunakan termometer, anemometer,
altimeter, barometer, dan alat lainnya.
2) Atmosfer dan Lapisannya
Lapisan atmosfer terdiri atas enam bagian sebagai berikut.
a) Troposfer berada pada 0–12 km dari muka bumi
Berikut beberapa hal yang berhubungan dengan sifat troposfer.
(1) Fenomena dan peristiwa cuaca, seperti angin, hujan, awan,
halilintar, dan lain-lain terjadi pada lapisan ini sehingga lapisan ini
sangat besar pengaruhnya bagi kelangsungan hidup di bumi yang langsung
berinteraksi.
(2) Troposfer terdiri atas:
(i) lapisan planet air, pada ketinggian 0–1 km,
(ii) lapisan konveksi, pada ketinggian 1–8 km, dan
(iii) lapisan tropopause, pada ketinggian 8–12 km.
(3) Lapisan pembatas antara lapisan troposfer dengan stratosfer disebut tropopause, merupakan temperatur yang relatif konstan.
(4) Pada lapisan tropopause aktivitas udara secara konveksi akan terhenti.
(5) Lapisan troposfer di kutub setinggi ± 8 km dengan suhu ± –46°C, di
daerah sedang setinggi ± 11 km suhu dengan ± –50°C, dan di daerah
ekuator setinggi ± 16 km dengan suhu ± –50°C.
(6) Temperatur troposfer relatif tidak konstan yang berarti semakin tinggi posisinya akan semakin rendah temperaturnya.
b) Stratosfer, berada pada 12–60 km dari muka bumi
(1) Stratosfer terdiri atas:
(i) lapisan isoterm,
(ii) lapisan panas, dan
(iii) lapisan campuran teratas.
(2) Pada ketinggian 35 km terbentuk ozon (O3) distratosfer, dan
perbedaan ketinggian pada lapisan ini akan menyebabkan perbedaan
temperatur.
(3) Lapisan peralihan antara stratosfer dan mesosfer disebut stratopause, yang temperaturnya relatif konstan.
(4) Daerah stratopause di ketinggian 50 km suhu mencapai 5°C.
(5) Lapisan ozon (O3) adalah lapisan yang melindungi troposfer dan
permukaan bumi dari radiasi sinar ultraviolet yang berlebihan sehingga
tidak merusak kehidupan di bumi.
c) Mesosfer, berada pada 60–80 km dari muka bumi
(1) Mesosfer berfungsi sebagai lapisan pelindung bumi dari
kejatuhan meteor. Meteor yang menuju bumi akan terbakar dan hancur
sebelum sampai di permukaan bumi.
(2) Temperatur berkisar antara –50°C sampai 70°C.
(3) Mesosfer terletak di antara lapisan stratopause dan mesopause. Lapisan peralihan antara mesosfer dengan stratosfer disebut mesopause.
d) Termosfer, berada 80–100 km dari muka bumi
(1) Sebagian molekul dan atom-atom udara mengalami ionisasi pada
lapisan ini. Peristiwa penambahan dan pengurangan elektron menghasilkan
cahaya yang berwarna-warni, cahaya ini sering terjadi di kutub utara
dan selatan yang disebut aurura.
(2) Temperatur termosfer berkisar antara 40°C sampai 1.232°C.
e) Ionosfer, berada 100–800 km dari muka bumi
(1) Seluruh atom dan molekul udara mengalami ionisasi di dalam lapisan ini.
(2) Daerah ionosfer berkisar mengandung muatan listrik.
(3) Terdapat tiga lapisan pada ionosfer, yaitu:
(i) lapisan Kennelly Heavyside (lapisan E), pada ketinggian antara 100–200 km;
(ii) lapisan Appleton (lapisan F), pada ketinggian 200–400 km;
(iii) gelombang radio mengalami pemantulan (gelombang panjang dan pendek) pada kedua lapisan di atas;
(iv) lapisan atom, berada pada ketinggian 400–800 km.
f) Eksosfer, berada pada lebih dari 800 km–3.260 km dari muka bumi
(1) Eksosfer merupakan lapisan atmosfer yang paling luar (jauh) dari bumi.
(2) Pada lapisan inilah meteor mulai berinteraksi dengan susunan gas atmosfer bumi.
(3) Pengaruh gaya berat dan gravitasi bumi pada lapisan ini sangat kecil.
3) Penyelidikan Atmosfer dan Kegunaannya
Penyelidikan atmosfer mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain, sebagai berikut:
a) sebagai pedoman dalam membuat ramalan cuaca (prakiraan cuaca) jangka
pendek ataupun jangka panjang. Ramalan cuaca sangat penting bagi
kepentingan pertanian, penerbangan, pelayaran, peternakan, dan
lain-lain;
b) sebagai dasar untuk menyelidiki syarat-syarat hidup dan ada tidaknya kemungkinan hidup di lapisan udara bagian atas;
c) sebagai pedoman untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan dilakukannya hujan buatan di suatu wilayah tertentu;
d) untuk mengetahui sebab-sebab gangguan yang terjadi pada gelombang
radio, televisi, dan menemukan cara untuk memperbaiki hubungan melalui
udara. Penyelidikan atmosfer tersebut bertempat di stasiun meteorologi
atau observatorium meteorologi.
b. Komponen-Komponen Cuaca dan Iklim
Iklim adalah rata-rata cuaca pada suatu wilayah yang luas dan dalam waktu yang lama (lebih kurang selama 30 tahun), sedangkan cuaca adalah kondisi atmosfer pada suatu tempat yang tidak luas pada waktu yang relatif singkat. Dalam pengertian yang lebih singkat cuaca ialah
keadaan udara pada saat tertentu di suatu tempat. Cuaca mempunyai
jangkauan waktu 24 jam dan jika lebih merupakan prakiraan cuaca. Keadaan
atmosfer dapat diamati setiap hari. Misalnya, pada hari berawan, hari
hujan, angin kencang, dan sebagainya.
Dengan pengamatan pada komponen-komponen cuaca, dapat dilakukan
perkiraan cuaca pada waktu dan lokasi tertentu. Untuk itu, sangatlah
penting dilakukan pengamatan dan penelitian mengenai cuaca, iklim, dan
komponen-komponen pembentuknya.
1) Penyinaran Matahari sebagai Komponen Penting Pembentuk Cuaca dan Iklim
Matahari adalah sumber panas bagi bumi. Walaupun bumi sudah memiliki
panas sendiri yang berasal dari dalam, panas bumi lebih kecil artinya
dibandingkan dengan panas matahari. Panas matahari mencapai 60 gram
kalori/cm2, tiap jam, sedangkan panas bumi hanya mencapai 55 gram/cm2
tiap tahunnya. Besarnya sinar matahari yang mencapai bumi hanya sekitar
43% dari keseluruhan sinar yang menuju bumi dan >50% lainnya
dipantulkan kembali ke angkasa.
Panas bumi sangat tergantung kepada banyaknya panas yang berasal dari
matahari ke bumi. Perbedaan temperatur di bumi dipengaruhi oleh letak
lintang dan bentuk keadaan alamnya. Indonesia termasuk wilayah beriklim
tropis karena terletak pada lintang antara 6°08′ LU dan 11°15′ LS, ini
terbukti di seluruh wilayah Indonesia menerima rata-rata waktu
penyinaran matahari cukup banyak. Panas matahari yang sampai ke
permukaan bumi sebagian dipantulkan kembali, sebagian lagi diserap oleh
udara, awan, dan segala sesuatu di permukaan bumi. Banyak sedikitnya
sinar matahari yang diterima oleh bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
sebagai berikut.
a) Lama penyinaran matahari, semakin lama penyinaran semakin tinggi pula temperaturnya.
b) Tinggi rendah tempat, semakin tinggi tempat semakin kecil (rendah) temperaturnya.
c) Sudut datang sinar matahari, semakin tegak arah sinar
matahari (siang hari) akan semakin panas. Tempat yang dipanasi sinar
matahari yang datangnya miring (pagi dan sora hari) lebih luas daripada
yang tegak (siang hari).
d) Keadaan tanah, yaitu tanah yang kasar teksturnya dan berwarna
hitam akan banyak menyerap panas dan tanah yang licin (halus
teksturnya) dan berwarna putih akan banyak memantulkan panas.
e) Angin dan arus laut, adanya angin dan arus laut yang berasal dari daerah dingin akan mendinginkan daerah yang dilaluinya.
f) Keadaan udara, banyaknya kandungan awan (uap air) dan gas arang, akan mengurangi panas yang terjadi.
g) Sifat permukaan, daratan lebih cepat menyerap dan menerima panas daripada lautan.
Panas matahari yang sampai ke permukaan bumi akan berangsur memanasi
udara di sekitarnya. Pemanasan terhadap udara melalui beberapa cara,
yaitu turbulensi, konveksi, kondensasi, dan adveksi.
Turbulensi ialah penyebaran panas secara berputar-putar dan
penyebaran panasnya menyebabkan udara yang sudah panas bercampur dengan
udara yang belum panas.
Konveksi ialah pemanasan secara vertikal dan penyebaran panasnya
terjadi akibat adanya gerakan udara secara vertikal, sehingga udara di
atas yang belum panas ini menjadi panas karena pengaruh udara bawahnya
yang sudah terlebih dahulu panas.
Konduksi ialah pemanasan secara kontak langsung atau bersinggungan langsung. Pemanasan
ini terjadi karena molekul-molekul udara yang dekat dengan permukaan
bumi akan menjadi panas setelah bersinggungan dengan bumi yang memiliki
panas dari dalam.
Adveksi ialah penyebaran panas secara horizontal yang mengakibatkan perubahan fisik udara di sekitarnya, yaitu udara menjadi panas.
Letak astronomis Indonesia berada pada 94°45′ BT – 141°05′ BT dan
6°08’LU – 11°15′ LS serta dilalui oleh garis khatulistiwa sehingga
sangat memengaruhi keadaan suhu udara rata-rata setiap hari sepanjang
tahunnya. Posisi Indonesia yang terletak pada daerah lintang rendah
menyebabkan suhu rata-rata tahunan yang tinggi, yaitu kurang lebih
kurang lebih 26°C.
Perbedaan suhu juga dipengaruhi oleh ketinggian suatu daerah dari
permukaan laut, semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah suhunya.
Perbedaan suhu ini memengaruhi habitat beragam jenis tanamanyang tumbuh
di dalamnya. Wilayah Indonesia merupakan kepulauan sehingga luas
wilayah perairan sangat luas, hal ini sangat memengaruhi kondisi suhu
di wilayahnya. Karena kondisi tersebut menimbulkan tidak terjadinya
perbedaan suhu yang besar antara suhu maksimum dan suhu minimum
tahunannya.
Perubahan suhu di Indonesia terjadi karena faktor-faktor seperti berikut ini:
(1) adanya perbedaan suhu siang dan malam; suhu maksimum terjadi
pada siang hari sekitar pukul 13.00–14.00, sedangkan suhu minimum
terjadisaat menjelang pagi lebih kurang pukul 04.30;
(2) adanya perbedaan tinggi tempat dari permukaan laut, setiap kenaikan 100 m suhunya turun lebih kurang 0,5°C.
2) Komponen-Komponen Cuaca
Komponen cuaca antara lain terdiri atas temperatur udara, tekanan
udara, curah hujan, angin, awan, kelembapan udara, dan curah hujan.
a) Suhu atau Temperatur Udara
Panas bumi bersumber dari matahari. Tingkat dan derajat panas matahari
diukur dengan menggunakan alat termometer.Suhu udara di bumi semakin
naik ke atmosfer semakin turun, dengan teori setiap kita naik 100 m
suhu akan turun 1°C (udara dalam keadaan kering). Secara horizontal,
suhu di berbagai tempat di permukaan bumi tidak sama. Dengan
menggunakan peta isoterm perbandingan suhu satu tempat dengan tempat
yang lain akan mudah dilihat. Garis isoterm adalah garis yang
menghubungkan tempat-tempat dengan suhu rata-rata yang sama. Perubahan
suhu sepanjang hari dapat diketahui dengan melihat catatan suhu pada
termograf dan termometer. Suhu tertinggi biasa terjadi pada pukul satu
atau dua siang, sedangkan suhu terendah biasa terjadi pukul empat atau
lima pagi. Dari rata-rata derajat panas sepanjang harinya didapatkan
suhu harian.
Dalam satu bulan terdapat catatan suhu harian yang tidak sama setiap
harinya. Dari catatan suhu harian selama satu bulan kemudian diambil
rata-rata dan dihasilkan suhu bulanan. Suhu bulanan juga tidak sama
setiap bulannya. Daerah dengan topografi rendah relatif lebih panas
dibandingkan daerah berbukit dan pegunungan. Daerah khatulistiwa yang
bersifat tropis lebih panas dibanding daerah subtropis dan kutub.
b) Tekanan Udara
Permukaan bumi ini secara langsung ditekan oleh udara karena udara
memiliki massa. Karena udara adalah benda gas yang menyelubungi bumi
dan mempunyai massa, akan terjadi peristiwa di bawah ini.
(1) Massa udara menumpuk di permukaan bumi dan udara di atas menindih udara di bawahnya, tekanan ini dinamakan tekanan udara.
(2) Massa udara dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi. Hal ini
menyebabkan semakin dekat dengan bumi udara semakin mampat dan semakin
ke atas semakin renggang. Akibatnya, semakin dekat dengan bumi tekanan
udara semakin besar dan sebaliknya.
(3) Massa udara jika mendapatkan panas akan memuai dan jika mendapatkan dingin akan menyusut.
Tekanan udara dapat diukur dengan menggunakan barometer. Toricelli pada
tahun 1643 menciptakan barometer air raksa. Karena barometer air raksa
tidak mudah dibawa ke mana-mana, dapat menggunakan barometer aneroid
sebagai penggantinya. Tekanan udara akan berbanding terbalik dengan
ketinggian suatutempat sehingga semakin tinggi tempat dari permukaan
laut semakin rendah tekanan udarannya. Kondisi ini karena makin tinggi
tempat akan makin berkurang udara yang menekannya. Satuan hitung
tekanan udara adalah milibar, sedangkan garis pada peta yang menghubungkan tempat-tempat dengan tekanan udara yang sama disebut isobar.
Ketinggian suatu tempat dari permukaan laut juga dapat diukur dengan
menggunakan barometer. Kenaikan 10 m suatu tempat akan menurunkan
permukaan air raksa dalam tabung sebesar 1 mm. Dalam satuan milibar
(mb), setiap kenaikan 8 m pada lapisan atmosfer bawah, tekanan udara
turun 1 mb, sedangkan pada atmosfer atas dengan kenaikan > 8 m
tekanan udara akan turun 1 mb. Barometer aneroid sebagai alat pengukur
ketinggian tempat dinamakan juga altimeter yang biasa digunakan untuk mengukur ketinggian kapal udara yang sedang terbang.
c) Angin
Perbedaan tekanan udara di satu tempat dengan tempat yang lain
menimbulkan aliran udara. Pada dasarnya angin terjadi disebabkan oleh
perbedaan penyinaran matahari pada tempat-tempat yang berlainan di muka
bumi. Perbedaan temperatur menyebabkan perbedaan tekanan udara. Aliran
udara berlangsung dari tempat dengan tekanan udara tinggi ke tempat
dengan tekanan udara yang lebih rendah. Udara yang bergerak inilah yang
disebut angin.
Arah angin dapat diketahui dengan menggunakan beberapa cara, salah
satunya adalah dengan menggunakan bendera angin. Arah angin juga dapat
diketahui dengan menggunakan baling-baling angin. Pada saat ini telah
ditemukan alat yang mampu mengukur arah dan kecepatan angin secara
bersamaan. Arah angin biasanya dinyatakan dalam derajat, 360° atau 0°
berarti angin utara; 90° angin timur; 180° angin selatan; dan 270°
angin barat. Kecepatan angin dapat diukur dengan menggunakan alat yang
disebut anemometer. Biasanya digunakan anemometer mangkuk, yang terdiri
atas bagian inti berupa tiga sampai empat mangkuk yang dapat berputar
pada sumbu tegak lurus. Mangkuk-mangkuk tersebut akan berputar jika
bagian yang cekung ditiup angin. Arah dan kecepatan angin pada suatu
waktudapat diketahui melalui anemometer dan hasil catatannya anemogram
yang berupa skala.
Salah satu kegunaan pengukuran arah dan kecepatan angin adalah untuk
keperluan penerbangan dan navigasi di samping untuk keperluanlain.
Dengan mengetahui arah dan kecepatan angin di permukaan bumi, dapat
digunakan sebagai pedoman dalam menentukan arah dan panjang landasan
pacu pesawat terbang, jumlah penumpang yang harus diangkut, serta bahan
bakar yang diperlukan. Untuk itu, perlu diadakan penyelidikan mengenai
arah dan kecepatan angin pada lapisan udara atas. Studi dan penelitian
tentang angin biasa menggunakan balon udara yang diikuti arah geraknya
dengan menggunakan alat theodolit. Theodolit merupakan teropong
yang berfungsi untuk mengukur sudut harizontal dan vertikal. Dengan
mengetahui kedudukan balon tiap menitnya akan diketahui pula arah dan
kecepatan angin pada ketinggian tertentu. Cara ini hanya terbatas pada
ketinggian 6 sampai 7 km.
Pengukuran di atas ketinggian tersebut dilakukan dengan alat yang disebut rawin.
Alat ini terdiri atas balon yang lebih besar dan dilengkapi dengan
reflektor atau pemancar radio. Dalam penelitian-penelitian modern
sekarang ini, satelit mempunyai peranan penting di dalam melakukan
pengukuran pada lapisan-lapisan udara, termasuk penelitian tentang
angin.
Kecepatan angin dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain, sebagai berikut.
(1) Gradien barometrik
Gradien barometrik yaitu angka yang menunjukkan perbedaan tekanan udara
melalui dua garis isobar yang dihitung untuk tiap-tiap 111 km = 1° di
ekuator. Satuan jarak diambil dari 1° di ekuator yang panjangnya sama
dengan 111 km (1/360 × 40.000 km = 111 km).
(2) Hukum Stevenson
Hukum ini menyatakan bahwa kecepatan angin bertiup berbanding lurus
dengan gradien barometriknya. Semakin besar gradien barometriknya
semakin besar kecepatannya.
(3) Relief permukaan bumi
Angin bertiup kencang pada daerah yang reliefnya rata dan tidak adarintangan dan sebaliknya.
(4) Ada tidaknya pohon-pohon yang lebat dan tinggi
Kecepatan angin dapat dihambat oleh adanya pohon-pohon yang lebat dan
tinggi. Buys Ballot seorang meteorolog berkebangsaan Belanda membuat
hukum mengenai arah angin, yaitu:
”Udara mengalir dari daerah bertekanan maksimum ke daerah bertekanan
minimum. Arah angin akan membelok ke kanan di belahanbumi utara, serta
membelok ke kiri di belahan bumi selatan”.
Pembiasan arah angin terjadi disebabkan oleh rotasi bumi dari barat ke
timur, serta bentuk bumi yang bulat. Kekuatan dan kecepatan angin dapat
ditentukan dengan skala Beaufort seperti pada Tabel 3.4.
d) Awan
Awan ialah kumpulan titik-titik air atau kristal-kristal es yang
halus dalam udara di atmosfer yang terjadi karena adanya pengembunan
danpemadatan uap air yang terdapat di udara setelah melampaui
keadaanjenuh. Kondisi awan dapat berupa cair, gas, atau padat karena
sangat dipengaruhi oleh keadaan suhu. Pembagian awan berdasarkan hasil
kongres international tentang awan yang dilaksanakan di Munchen, Jerman
pada tahun 1802 dan Uppsala, Swedia pada tahun 1894, sampai saat ini
masih digunakan sebagai acuan utama.
Pembagian awan menurut para pakar tersebut adalah sebagai berikut.
(1) Awan tinggi, berada pada ketinggian antara 6 km–12 km,
terdiri dari kristalkristal es karena ketinggiannya. Kelompok awan
tinggi, antara lain sebagai berikut.
(a) Cirrus (Ci): Awan ini halus dengan struktur seperti serat,
berbentuk menyerupai bulu burung dan tersusun seperti pita yang
melengkung di langit sehingga tampak bertemu di satu atau dua titik
pada horizon, dan sering terdapat kristal es. Awan ini tidak
menimbulkan hujan.
(b) Cirro Stratus (Ci-St):
Awan ini berbentuk menyerupai kelambu putih yang halus dan rata menutup
seluruh langit sehingga tampak cerah, atau terlihat seperti anyaman
yang bentuknya tidak beraturan. Awan ini sering menimbulkan terjadinya hallo, yaitu lingkaran yang bulat dan mengelilingi matahari atau bulan, dan biasa terjadi pada musim kering.
(c) Cirro Cumulus (Ci-Cu): Awan ini berpola terputus-putus dan
penuh dengan kristal-kristal es sering kali berbentuk seperti
segerombolan domba dan sering dapat menimbulkan bayangan di permukaan
bumi.
(2) Awan menengah, berada pada ketinggian antara 3–6 km. Kelompok awan menengah, antara lain sebagai berikut.
(a) Alto Cumulus (A-Cu): Awan ini berukuran kecil-kecil, tetapi
berjumlah banyak dan berbentuk seperti bola yang agak tebal berwarna
putih sampai pucat dan ada bagian yang kelabu. Awan ini bergerombol dan
sering berdekatan sehingga tampak saling bergandengan.
(b) Alto Stratus (A-St): Awan ini bersifat luas dan tebal dengan warna awan adalah kelabu.
(3) Awan rendah, berada pada ketinggian kurang dari 3 km. Kelompok awan rendah, antara lain sebagai berikut.
(a) Strato Cumulus (St-Cu): Awan ini berbentuk bola-bola yang
sering menutupi seluruh langit sehingga tampak menyerupai gelombang di
lautan. Jenis awan ini relatif tipis dan tidak menimbulkan hujan.
(b) Stratus (St): Awan ini berada pada posisi yang rendah dan agihan yang sangat luas dengan ketinggian <2000>
(c) Nimbo Stratus (Ni-St): Awan ini berbentuk tidak menentu
dengan tepi compang-camping tak beraturan. Awan ini hanya menimbulkan
hujan gerimis, berwarna putih kegelapan, dan penyebarannya di langit
cukup luas.
(4) Awan yang terjadi karena udara naik, berada pada ketinggian antara 500 m–1.500 m. Kelompok awan ini, antara lain sebagai berikut.
(a) Cumulus (Cu): Awan tebal dengan puncak-puncak yang agak
tinggi, terbentuk pada siang hari karena udara yang naik, dan akan
tampak terang jika mendapat sinar langsung dari matahari dan terlihat
bayangan berwarna kelabu jika mendapat sinar matahari dari samping atau
sebagian saja.
(b) Cumulus Nimbus (Cu-Ni): Awan inilah yang dapat menimbulkan
hujan dengan kilat dan guntur, bervolume besar dengan ketebalanyang
tinggi, posisi rendah dan puncak yang tinggi sebagai menara atau gunung
dengan puncaknya yang melebar.
Terjadinya hujan tidak tergantung pada tebal tipisnya awan, tetapi
lebih tergantung pada musim. Pada waktu musim kering, meskipun
ketebalan awan tinggi belum tentu mendatangkan hujan disebabkan oleh
faktor angin yang dominan, begitu sebaliknya pada musim hujan. Awan
yang rendah pada permukaan bumi disebut kabut.
e) Kelembapan Udara
Kelembapan udara dapat dibedakan menjadi dua yaitu: kelembapan mutlak dan kelembapan nisbi. Kelembapan mutlak (absolut) ialah jumlah massa uap air yang ada dalam suatu satuan volume di udara. Kelembapan nisbi (relatif)
ialah banyaknya uap air di dalam udara berupa perbandingan antara
jumlah uap air yang ada dalam udara saat pengukuran dan jumlah uap air
maksimum yang dapat ditampung oleh udara tersebut.
Angka-angka persentase tersebut menunjukkan bahwa jika suhu udara naik,
kelembapan relatifnya berkurang. Oleh sebab itu, nilai kelembapan
relatif tertinggi terjadi pada pagi hari dan nilai terendah terjadi
pada sore hari. Alat yang digunakan untuk mengukur kelembapan nisbi
adalah higrometer rambut. Higrometer yang mencatat kelengkapan data secara geometris disebut higrograf.
f) Curah Hujan
Hujan atau presipitasi ialah peristiwa jatuhnya butir-butir air
atau es dari lapisan-lapisan troposfer ke permukaan bumi. Banyaknya
hujan yang jatuh pada suatu tempat di bumi dapat diketahui dengan
mengukur besarnya curah hujan tersebut menggunakan alat penakar hujan.
Ada pula beberapa sebutan untuk alat penakar hujan yaitu sering disebut
fluviometer ataupun ombrometer. Curah hujan atau
presipitasi adalah banyaknya air hujan atau kristal es yang jatuh
hingga permukaan bumi. Alat pengukur curah hujan berfungsi untuk
mengukur jumlah hujan yang jatuh selama sehari di dalam suatu gelas
ukur. Alat pencatat hujan otomatik berfungsi mencatat secara otomatis
jumlah curah hujan pada kertas pencatat yang setiap hari atau minggu
diganti dengan yang baru. Cara menghitung curah hujan dalam sebulan
adalah dengan menjumlah curah hujan di tiap hari dalam satu bulan.
Besarnya curah hujan tidak merata di setiap wilayah Indonesia. Jumlah
curah hujan tidak sama sepanjang tahun, paling banyak ialah selama
bertiup angin musim barat. Ada bermacam-macam jenis hujan yang dapat
dijelaskan berikut ini.
(1) Hujan zenithal, adalah hujan yang terjadi di daerah tropis,
disebut juga hujan naik ekuatorial, biasa terjadi pada waktu sore hari
setelah terjadi pemanasan maksimal antara pukul 14.00–15.00. Di daerah
tropis selama setahun mengalami dua kali hujan zenithal, sedangkan
daerah lintang 23½° LU/LS mengalami satu kali hujan zenithal. Di daerah
tropis, daerah lintang 10° LU–10° LS, hujan ini terjadi bersamaan
waktunya dengan kedudukan matahari pada titik zenitnya, atau beberapa
waktu sesudahnya.
(2) Hujan muson, adalah hujan yang terjadi di daerah-daerah
muson. Hujan zenithal di daerah muson mengalami perubahan karena
daerahdaerah ini dipengaruhi oleh angin muson.
(3) Hujan siklonal, adalah hujan yang terjadi karena udara panas naik disertai angin berputar atau cyclon.
Karena kondisi di atas dingin, udara menjadi jenuh, dan setelah itu
terjadilah prosesi kondensasi yang menimbulkan awan dan akhirnya hujan
siklonal terjadi.
(4) Hujan musim dingin, adalah hujan yang terjadi di
daerah-daerah subtropis. Daerah subtropis di pesisir barat
kontinen-kontinen pada waktu musim dingin mengalami hujan, ketika
matahari berada pada posisi nadir. Daerah hujan musim dingin, antara
lain: Portugal, Spanyol, Afrika Utara, Palestina, Mesopotamia, dan
California Barat Daya.
(5) Hujan musim panas, adalah hujan yang terjadi di daerah
subtropis, di sekitar pesisir timur kontinen-kontinen. Daerahnya
terletak antara 30°– 40° LU/LS, yaitu sebelah tenggara Amerika Serikat,
Argentina Utara, Uruguay, Cina Timur, Jepang, dan lain-lain.
(6) Hujan frontal, adalah hujan yang terjadi jika massa udara
yang dingin dengan kekuatan besar memecah massa udara yang panas dan
kemudian massa yang lebih ringan terangkat ke atas. Pergolakan udara
dengan pusaran-pusaran bergerak ke atas sehingga bertemulah massa udara
panas dan dingin yang dibatasi oleh garis yang disebut garis front. Di
sekitar garis inilah terbentuk awan yang bergumpal dan bergerak ke
atas dengan cepat sehingga terjadilah hujan lebat atau hujan frontal.
(7) Hujan pegunungan atau hujan orografis, adalah hujan yang
terjadi di daerah pegunungan, di mana udara yang mengandung uap air
bergerak naik ke atas pegunungan. Gerakan itu menurunkan suhu udara
tersebut sehingga terjadi kondensasi dan turunlah hujan pada lereng
yang berhadapan dengan arah datangnyaangin.
Beberapa daerah yang jarang turun hujan adalah di daerah pedalaman
benua. Misalnya, Gurun Sahara, Gurun Gobi, Daerah Tibet, Semenanjung
Arabia, pedalaman Persia, Turkistan, bagian barat Afrika Selatan, dan
di sebagian daerah subtropis. Sebutan daerah basah dan kering sangat
dipengaruhi oleh banyak sedikitnya curah hujan yang turun di daerah
tersebut. Daerah basah mempunyai curah hujan tinggi, di atas 3.000
mm/tahun. Contohnya adalah Dataran Tinggi Sumatra Barat, Sibolga,
Ambon, Bogor, Batu Raden, dan Dataran Tinggi Irian Jaya (Papua). Daerah
kering mempunyai curah hujan rendah, kurang dari 1.000 mm/tahun.
Contohnya adalah daerah padang rumput di Nusa Tenggara dan sekitar Palu
dan Luwuk di Sulawesi Tengah.
Daerah di sekitar garis ekuator 0°–10° LU/LS secara umum merupakan
daerah panas dan daerah dingin terletak antara 66 ½°–90° LU/LS. Di
samping itu, letak lintang dan tinggi tempat menentukan panas dinginnya
suatu daerah di muka bumi. Misalnya:
(1) Zona panas, terletak di ketinggian 0–700 meter dpl.
(2) Zona sedang terletak di ketinggian antara 700–1.500 meter dpl.
(3) Zona sejuk terletak di ketinggian antara 1500–2.500 meter dpl.
(4) Zona dingin terletak di ketinggian antara 2.500–3.300 meter dpl.
3) Klasifikasi dan Tipe Iklim
a) Iklim dan Faktor Pembentuknya
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kondisi iklim di suatu tempat, sebagai berikut:
(1) letak garis lintang,
(2) tinggi tempat,
(3) banyak sedikitnya curah hujan yang jatuh,
(4) posisi daerah: dekat dengan laut, gunung, dataran pasir, atau dengan bentang alam lain,
(5) daerah pegunungan yang dapat memengaruhi posisi bayangan hujan,
(6) keadaan awan dan suhu udara,
(7) pengaruh luas daratan,
(8) kelembapan udara dan keadaan awan,
(9) pengaruh arus laut,
(10) panjang pendeknya musim setempat, dan
(11) pengaruh topografi dan penggunaan lahan (vegetasi).
b) Macam-Macam Iklim
Macam-macam iklim yang disesuaikan dengan dasar dalam pembagian daerah-daerah iklim sebagai berikut.
(1) Iklim Matahari
Dasar perhitungan dalam melakukan pembagian daerah iklim matahari
adalah kedudukan dan pergeseran semu matahari yang memengaruhi
banyaknya sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi. Karena
matahari selalu bergeser di antara lintang 23½° LU sampai dengan 23½°
LS, terjadilah perbedaan penyinaran di muka bumi. Secara teoritis dapat
dinyatakan bahwa makin jauh suatu tempat dari khatulistiwa, makin
besar sudut datang sinar matahari. Ini berarti makin sedikit pula
jumlah sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi. Pembagian
daerah iklim matahari berdasarkan pada letak garis lintangnya, sebagai
berikut.
i. Daerah iklim tropis, berada pada 0° LU–23½° LU dan 0° LS–23½° LS.
ii. Daerah iklim sedang, berada pada 23½°LU–66½° LU dan 23½° LS– 66½° LS.
iii. Daerah iklim dingin, berada pada 66½° LU–90° LU dan 66½° LS–90° LS.
Karena pembagian iklim matahari didasarkan pada suatu teori, temperatur
udara makin rendah jika letaknya makin jauh dari khatulistiwa, para
ahli menyebut iklim matahari dengan istilah iklim teoritis. Pada kondisi yang sebenarnya di beberapa tempat terjadi distorsi terhadap teori tersebut.
(2) Iklim Fisis
Iklim fisis ialah iklim yang pembagiannya didasarkan pada kenyataan
kondisi sebenarnya suatu daerah yang disebabkan pengaruh lingkungan
alamnya. Faktor-faktor lingkungan itu sebagai berikut:
(a) pengaruh daratan yang luas,
(b) pengaruh penutup lahan (vegetasi),
(c) pengaruh topografi (relief),
(d) pengaruh arus laut,
(e) pengaruh lautan, dan
(f) pengaruh angin.
Iklim fisis dapat dibedakan menjadi:
(a) iklim laut atau maritim,
(b) iklim darat atau kontinental,
(c) iklim dataran tinggi,
(d) iklim gunung dan pegunungan, dan
(e) iklim musim (muson).
(3) Iklim Menurut Koppen
Pada tahun 1918, seorang ahli iklim Jerman bernama W. Koppen membagi
dunia menjadi lima zona iklim pokok berdasarkan temperatur dan hujan,
dengan menggunakan ciri-ciri temperatur dan hujan berupa huruf-huruf
besar dan huruf-huruf kecil. Kelima iklim pokok tersebut masih dirinci
lagi menjadi sebelas macam iklim sebagai variasinya.
Ciri-ciri temperatur menurut Koppen sebagai berikut.
(a) Temperatur normal dari bulan-bulan terdingin paling rendah 18°C.
Suhu tahunan antara 20°C sampai 25°C dengan curah hujan rata-rata dalam
setahun > 60 mm.
(b) Temperatur normal dari bulan-bulan yang terdingin antara 18°C – 3°C.
(c) Temperatur bulan-bulan terdingin <>
(d) Temperatur bulan-bulan terpanas > 0°C.
(e) Temperatur bulan-bulan terpanas <>
(f) Temperatur bulan-bulan terpanas <0 data-blogger-escaped-c.="" data-blogger-escaped-p="">
(g) Temperatur bulan-bulan terpanas <>
Ciri-ciri hujan sebagai berikut:
(a) iklim kering dengan hujan di bawah batas kering;
(b) selalu basah karena hujan jatuh dalam semua musim;
(c) bulan-bulan kering terjadi pada musim panas di belahan bumi tempat tersebut;
(d) bulan-bulan kering terjadi pada musim dingin di belahan bumi tempat tersebut;
(e) bentuk peralihan di mana hujan cukup untuk membentuk hutan dan musim keringnya pendek.
Koppen membedakan iklim menjadi lima kelompok utama, sebagai berikut.
(a) Iklim A yaitu iklim khatulistiwa yang terdiri atas:
(1) Af : iklim hutan hujan tropis
(2) Aw : iklim sabana
(b) Iklim B yaitu iklim subtropik yang terdiri atas:
(1) BS : iklim stepa
(2) BW : iklim gurun
(c) Iklim C yaitu iklim sedang maritim yang terdiri atas:
(1) Cf : iklim sedang maritim tidak dengan musim kering
(2) Cw : iklim sedang maritim dengan musim dingin yang kering
(3) Cs : iklim sedang maritim dengan musim panas yang kering
(d) Iklim D yaitu iklim sedang kontinental yang terdiri atas:
(1) Df : iklim sedang kontinental yang selalu basah
(2) Dw : iklim sedang kontinental dengan musim dingin yang kering
(e) Iklim E yaitu iklim arktis atau iklim salju yang terdiri atas:
(1) ET : iklim tundra
(2) EF : iklim dengan es abadi
Ciri iklim di pegunungan menurut Koppen sebagai berikut:
(1) Iklim RG : iklim pegunungan ketinggian <>
(2) Iklim H : iklim pegunungan ketinggian > 3.000 m.
(3) Iklim RT : iklim pegunungan sesuai dengan ciri- ciri iklim ET (tundra).
Cara menentukan iklim tipe Koppen dan pembuatan diagramnya sebagai berikut:
Untuk menentukan tipe iklim suatu daerah menurut W. Koppen dapat
dilakukan dengan menghubungkan jumlah hujan pada bulan terkering dengan
jumlah hujan setahun, secara lurus pada diagram Koppen.
(4) Iklim Menurut Oldeman
Oldeman mengklasifikasikan iklim berdasar pada banyaknya bulan basah
dan bulan kering dalam penentuan tipe iklimnya yang dikaitkan dengan
sistem pertanian di suatu daerah tertentu, yaitu kebutuhan air yang
digunakan tanaman pertanian untuk hidup. Penggolongan iklim tersebut
lebih sering disebut zona agroklimat.
Curah hujan merupakan sumber utama dari tanaman yang beririgasi
nonteknis (tadah hujan). Tanaman pertanian pada umumnya dapat tumbuh
normal dengan curah hujan antara 200 mm – 300 mm, dan curah hujan di
bawah 200 mm sudah mencukupi untuk tanaman palawija. Zona agroklimat
pada klasifikasi in dibagi menjadi lima subdivisi utama. Kemudian dari
tiap-tiap subdivisi tersebut terdapat bulan kering yang berurutan
sesuai dengan masa tanamnya, dengan tidak menambahkan faktor-faktor
lain yang memengaruhinya, tetapi penggolongan iklim ini sangat berguna
bagi pemanfaatan lahan pertanian dan cenderung bersifat ringkas dan
praktis.
Berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering yang telah diketahui
tersebut, pengelolaan lahan pertanian mendapatkan informasi yang
berguna dalam perencanaan pola tanam dan sistem tanamnya. Hasil ini
juga sangat mungkin digunakan untuk kepentingan lain selain bidang
pertanian.
c) Distribusi Curah Hujan di Indonesia
Indonesia terletak di daerah ekuatorial dan secara geografis
menyebabkan besarnya penguapan yang terjadi. Hal tersebut ditunjukkan
masih cukup besarnya curah hujan yang jatuh pada musim kemarau. Suhu
yang tinggi dan luas perairan yang dominan menyebabkan penguapan udara
yang terjadi sangat tinggi, dan mengakibatkan kelembapan udara yang
tinggi pula. Kelembapan udara yang tinggi inilah yang menyebabkan curah
hujan di Indonesia selalu tinggi, apalagi dipengaruhi oleh wilayah
hutan yang luas.
Besar kecilnya curah hujan di suatu tempat sangat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:
(1) letak daerah konvergensi antartropis,
(2) posisi geografis suatu daerah,
(3) bentuk bentang lahan dan arah kemiringan lerengnya,
(4) panjang medan datar sebagai jarak perjalanan angin, dan
(5) arah angin yang sejajar dengan pantai.
Curah hujan di Indonesia tergolong tinggi dengan rata-rata > 2.000
mm/tahun. Rata-rata curah hujan tertinggi terdapat di daerah Baturaden
di kaki Gunung Slamet, dengan curah hujan rata-rata > 589 mm/bulan,
sedangkan rata-rata curah hujan terkecil terdapat di daerah Palu,
Sulawesi Tengah, dengan curah hujan rata-rata ± 45,6 mm/bulan.
c. Distribusi Jenis Vegetasi Alam Berdasarkan Bentang Alam dan Iklimnya
Kondisi iklim dan cuaca suatu wilayah berpengaruh besar terhadap
keadaan makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Di samping manusia,
flora dan fauna unsur abiotik pun sangat dipengaruhi oleh kondisi
iklim. Bentang alam, bentang budaya, kebiasaan hidup, bahkan tradisi
hidup manusia di suatu daerah merupakan cerminan dari kondisi iklim
daerah tersebut. Kondisi tersebut dapat dilihat dari jenis bahan dan
bentuk rumah, jenis dan bentuk pakaian, makanan pokok penduduk, jenis
alat transportasi, dan sebagainya.
1) Korelasi antara Tipe Iklim dan Bentang Alam
Bentang lahan adalah gabungan dari bentuk lahan, yaitu kenampakan
tunggal seperti bukit atau sebuah lembah sungai. Kombinasi dari
kenampakan-kenampakan tersebut membentuk suatu bentang lahan. Bentang
alam adalah bagian yang tampak langsung di alam seperti permukaan tanah,
vegetasi, dan daerah perairan. Perubahan bentang alam relatif sangat
kecil jika dibandingkan dengan bentang budaya. Komponen bentang alam
relatif stabil keberadaannya, sedangkan bentang budaya yang terdiri dari
komponen pokok manusia dan juga lingkungannya lebih bersifat dinamis
dan selalu mengalami perubahan.
Perubahan penggunaan lahan dari hutan ke pertanian merupakan salah satu
ciri perubahan bentang alam yang stabil menjadi bentang budaya akibat
interaksi dan kebutuhan manusia untuk mempertahankan hidupnya. Demikian
juga pertambahan penduduk yang menuntut penambahan sarana perumahan
dan fasilitas hidup tentu makin mengurangi luas areal bentang alam.
Hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan alam merupakan
salah satu indikator seberapa jauh manusia mampu menyesuaikan diri dan
beradaptasi dengan lingkungan alamnya. Bentang alam yang berubah
menjadi bentang budaya menimbulkan perubahan perilaku, kebiasaan, dan
budaya penduduk. Sebagai contoh penambahan dan perluasan jalan dan
penambahan lokasi permukiman menuntut adanya penambahan fasilitas lain
apalagi jika ditambah dengan pembangunan pertokoan besar dan lokasi
industri.
Iklim di suatu tempat dapat mencerminkan sejauh mana kemajuan peradaban
dan kebudayaan di suatu tempat. Hal tersebut terjadi karena faktor
berikut.
a) Iklim dapat membatasi atau mendukung aktivitas dan perilaku manusia
1. Manusia cenderung memilih tempat tinggal di daerah yang beriklim
baik. Contohnya di daerah beriklim sedang, artinya tidak terlalu panas
ataupun dingin dan terdapat sumber air.
2. Bidang-bidang usaha tertentu seperti pertanian dan perkebunan,
sangat dibatasi oleh kondisi iklim yang ekstrem yaitu terlalu dingin,
panas, atau kering.
b) Kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh kondisi dan perubahan iklim
1. Penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk seperti demam
berdarah dan malaria terjadi pada musim penghujan dan terjadinya
genangan-genangan air.
2. Penyakit diare dan muntah berak terjadi pada musim panas yang banyak
hujan, yang biasanya disebabkan oleh sanitasi dan tingkat kebersihan
penduduk yang kurang karena pengaruh hujan.
2) Iklim dan Pengaruhnya terhadap Jenis-Jenis Vegetasi Alam
Faktor iklim suatu daerah berpengaruh besar terhadap persebaran
floranya, terutama jumlah hujan dan temperaturnya. Tumbuhan di
Indonesia hidup sepanjang tahun karena suhu rata-rata yang cukup tinggi
dan didukung persediaan air yang cukup. Kondisi ini lain dengan
negaranegara di daerah subtropis yang mengalami musim gugur.
Di Indonesia terdapat perbedaan jenis tumbuhan dan kemampuan tumbuh
flora di daerah yang satu dengan daerah yang lain. Berdasarkan jumlah
hujan yang berbeda-beda itu, flora di Indonesia dibagi menjadi sebagai
berikut.
a) Hutan Hujan Tropis
Hutan ini terdiri dari tumbuh-tumbuhan berpohon besar dan rindang yang
berada di daerah dengan suhu tinggi dan curah hujan yang tinggi pula.
Tumbuhan yang hidup seperti kamper, meranti, kruing, rotan, dan
tumbuhan lainnya. Karakter lain adalah adanya tumbuhan epifit yang
hidup pada pohon-pohon besar tersebut, antara lain, anggrek dan rotan.
Di samping tumbuhan epifit juga terdapat tumbuh-tumbuhan kecil berupa
paku-pakuan, perdu, dan pakis di
sela-sela tumbuhan besar yang ada. Karena lebatnya, sinar matahari
kadang tidak mampu menembus sampai ke dalam hutan hujan tropis. Di
Indonesia sebaran hutan hujan tropis berada di Pulau Kalimantan,
Sulawesi, Sumatra, dan Papua.
b) Hutan Musim
Hutan musim adalah hutan yang keberadaan tanaman di dalamnya sangat
tergantung oleh musim, disebut juga hutan meranggas. Hutan meranggas
berarti hutan yang daun-daunnya meranggas di musim kemarau dan akan
tumbuh lagi ketika musim hujan datang. Hutan ini dapat ditemui pada
daerah beriklim sedang yang terlihat dengan nyata adanya musim gugur dan
musim semi. Di Indonesia sebaran hutan musim terdapat di Jawa dan
Sulawesi yang berupa hutan jati, sengon, dan akasia.
c) Sabana
Sabana merupakan padang rumput yang berselang-seling dengan semak
belukar dan berada pada daerah dengan suhu yang tinggi dengan curah
hujan sedikit. Di Indonesia sabana terdapat di Nusa Tenggara Barat dan
Nusa Tenggara Timur, juga di sebagian Sulawesi Tengah.
d) Stepa
Stepa merupakan padang rumput di daerah dengan curah hujan sedikit dan
bersuhu udara tinggi. Di Indonesia stepa dapat ditemui di
SulawesiTengah, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
3) Hubungan Ketinggian Tempat dengan Jenis Vegetasi
Makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, suhunya akan semakin
dingin. Oleh karena itu, suhu di daerah pegunungan lebih dingin
dibandingkan dengan dataran rendah.
J.W. Junghuhn, seorang ahli tumbuhan dari Jerman, telah membagi
kelompok tumbuhan menurut tinggi rendahnya suatu tempat yang didasarkan
pada tanaman perkebunan, sebagai berikut:
a) daerah panas, dengan ketinggian antara 0–700 meter dpl,
merupakan areal yang tepat untuk pertumbuhan tanaman perkebunan
seperti: cokelat, kopi, karet, tembakau, dan kelapa;
b) daerah sedang, dengan ketinggian antara 700–1.500 meter dpl,
merupakan areal yang tepat untuk tanaman perkebunan seperti: pinang,
kopi, teh, dan kina;
c) daerah dingin, dengan ketinggian antara 1.500–2.500 meter, merupakan areal yang tepat untuk jenis tanaman cemara;
d) daerah sangat dingin, dengan ketinggian antara 2.500–3.500 meter, merupakan areal yang tepat untuk rumput-rumput kerdil dan hutan alpin;
e) daerah salju, yang berketinggian >3.500 meter, merupakan areal yang tidak mampu ditumbuhi tanaman karena permukaannya diliputi salju.
4) Hubungan Bentang Lahan dan Keadaan Tanah dengan Jenis Vegetasi
Bentang lahan dengan tanah subur yang berasal dari material vulkanis
merupakan tempat yang biasa ditumbuhi oleh hutan lebat dan berbagai
macam tumbuhan di dalamnya. Daerah ini mempunyai jenis tanaman yang
beraneka ragam yang biasa disebut hutan heterogen. Bentang lahan dengan
tanah kurang subur yaitu di tanah yang tandus yang biasanya merupakan
lapukan dari material kapur, lebih banyak ditumbuhi oleh semak belukar,
rumput, dan alang-alang. Bentang lahan daerah pantai berawa-rawa dan
bertanah lumpur yang biasa disebut daerah rawa, didominasi oleh
tumbuhan hutan mangrove (bakau).
5) Distribusi Jenis-Jenis Vegetasi Alam
Seorang ahli biologi bernama Hart Meeriem pada tahun 1889, menemukan
tipe agihan tumbuhan berdasarkan variasi ketinggiannya. Ia menelusuri
Gunung San Fransisco mulai dari kaki hingga puncak. Meeriem
berkesimpulan bahwa tipe tumbuhan pada suatu daerah sangat tergantung
pada temperatur dan kelembapannya. Terbukti bahwa kelembapan lebih
berperan daripada temperatur dalam tipe agihan tumbuhan. Jenis tumbuhan
besar membutuhkan curah hujan yang lebih tinggi daripada jenis
tumbuhan kecil. Akibatnya, semakin ke daerah bercurah hujan kecil dan
sangat kecil, akan semakin banyak kita lihat dominasi tumbuhan kecil
seperti belukar, padang rumput, dan akhirnya kaktus atau tanaman padang
pasir pada daerah yang sangat minim hujannya.
Di dunia komunitas organisme tumbuhan dibagi menjadi enam macam
tumbuhan utama yang tersebar sepanjang perubahan kekeringan dan
kelembapan. Enam macam komunitas tumbuhan tersebut adalah sebagai
berikut.
a) Padang Rumput
Daerah padang rumput mempunyai kisaran curah hujan sebesar 250 mm
sampai dengan 500 mm/tahun, dan pada beberapa padang rumput, curah
hujan dapat mencapai 1.000 mm. Daerah ini terbentang dari daerah
tropika sampai ke daerah subtropika. Karena hujan yang turun tidak
teratur dan kondisi porositas rumput yang relatif rendah, tumbuhan
kesulitan dalam mendapatkan air, sehingga hanya tumbuhan rumput yang
mampu bertahan hidup dan beradaptasi dengan kondisi tersebut.
b) Gurun
Daerah gurun mempunyai kisaran curah hujan sekitar 250 mm/tahun atau
kurang sehingga termasuk curah hujan rendah dan tidak teratur. Gurun
banyak terdapat di daerah tropis yang berbatasan dengan padang rumput.
Keadaan alam dari padang rumput ke arah gurun, biasanya makin jauh dari
padang rumput kondisinya makin gersang. Panas yang tinggi karena
teriknya matahari mencapai >40°C sehingga menimbulkan suhu yang
panas di siang hari dan penguapan yang tinggi pula. Amplitudo harian
yaitu perbedaan pada siang dan malam hari sangat besar. Tumbuhan yang
hidupmenahun di gurun adalah tumbuhan yang dapat beradaptasi terhadap
kekurangan air dan penguapan yang cepat, sehingga tumbuhan yang hidup
di gurun biasanya berdaun kecil seperti duri atau tidak berdaun, tetapi
berakar panjang untuk mengambil air. Jaringan spons pada tumbuhan di
sini berfungsi menyimpan air.
c) Tundra
Daerah tundra memiliki dua musim yaitu musim dingin yang panjang dan
gelap serta musim panas yang panjang serta terang terus-menerus. Daerah
tersebut hanya terdapat di belahan bumi utara dan terletak di sebagian
besar lingkungan kutub utara. Daerah tundra di kutub ini dapat
mengalami gelap berbulan-bulan karena matahari hanya mencapai 23½°
LU/LS. Di daerah tundra banyak terdapat lumut dan pohon yang tertinggi
hanya berupa semak yang relatif pendek. Jenis lumut yang hidup, antara
lain, lumut kerak dan sphagnum. Tumbuhan semusim di daerah
tundra biasanya berbunga dengan warna yang mencolok dengan masa
pertumbuhan yang sangat pendek. Tumbuhan di daerah ini mampu
beradaptasi terhadap keadaan dingin meskipun dalam keadaan beku masih
tetap bertahan hidup.
d) Hutan Basah
Hutan-hutan basah tropika di seluruh dunia mempunyai persamaan, di
antaranya, terdapatnya beratus-ratus spesies tumbuhan di dalamnya.
Sepanjang tahun hutan basah mendapatkan cukup air sehingga memungkinkan
tumbuhnya tanaman dalam jangka waktu yang lama sehingga komunitas
hutan tersebut akan sangat kompleks. Hutan basah tropika terdapat di
daerah tropika dan subtropika, misalnya, di Indonesia, daerah Australia
bagian Irian Timur, Amerika Tengah, dan Afrika Tengah. Ketinggian
pohon-pohon utama berkisar antara 20 sampai dengan 40 meter dengan
cabang-cabangnya yang lebat sehingga membentuk tudung (canopy) yang
mengakibatkan hutan menjadi gelap. Tidak ada sumber air lainnya selain
air hujan, dan air hujan sulit mencapai dasar hutan tersebut secara
langsung. Di dalam hutan ini juga terdapat perubahan-perubahan iklim,
tetapi hanya bersifat mikro (dari todung hutan sampai dasar hutan
saja). Kelembapan di hutan basah tinggi dan suhu sepanjang hari hampir
sama sekitar 25°C. Di samping pepohonan yang tinggi, terdapat liana dan
epifit yang berupa rotan dan anggrek yang merupakan tumbuhan khas di
daerah itu.
e) Hutan Gugur
Hutan gugur tumbuh di daerah beriklim sedang. Di sana umumnya juga
terdapat padang rumput dan gurun. Curah hujan merata sepanjang tahun
sebesar 750 sampai 1.000 mm per tahun. Terdapat pula musim dingin dan
musim panas yang dengan adanya musim tersebut tumbuhan di sana
beradaptasi dengan menggugurkan daunnya menjelang musim dingin.
Musim gugur adalah musim yang ada sebelum musim dingin tiba. Tumbuhan
yang bersifat menahun dari musim gugur sampai dengan musim semi
berhenti pertumbuhannya, sedangkan tumbuhan yang sifatnya semusim akan
mati pada musim dingin. Tumbuhan semusim hanya meninggalkan bijinya
saja dan hanya mampu bertahan pada suhu dingin, dan akan berkecambah
pada saat menjelang musim panas tiba.
f) Taiga
Taiga adalah hutan pohon pinus yang daunnya seperti jarum dan merupakan
bioma yang hanya terdiri atas satu spesies pohon. Daerah persebarannya
terdapat di belahan bumi utara seperti Rusia, Siberia, dan Kanada.
Beberapa contoh pohon yang hidup di hutan taiga, antara lain: konifer, terutama pohon spruce (picea), alder (alnus), birch (betula), dan juniper (juniperus). Masa pertumbuhan spesies ini pada musim panas, berlangsung antara 3 sampai dengan 6 bulan.
d. Gejala Alam Penyebab Perubahan Iklim Global
Faktor-faktor berupa gejala alam yang menyebabkan gangguan terhadap
iklim global dunia, antara lain: gejala meningkatnya suhu udara di bumi
yang disebut Efek Rumah Kaca, kondisi yang menyebabkan kekeringan pada rentang waktu lama disebut El Nino, dan kondisi yang menyebabkan hujan lebat pada rentang waktu lama disebut La Nina.
1) Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca adalah terjadinya peningkatan suhu udara di muka bumi
akibat semakin banyaknya gas pencemar di dalam udara.
Industri-industri, pabrik-pabrik, kendaraan bermotor, dan semua sarana
untuk memenuhi kebutuhan manusia yang menggunakan bahan bakar bensin,
solar, minyak tanah, dan batu bara menghasilkan gas buang berupa: CO2,
CO, NO2, SO2, HCN, HCl, H2S, HF, dan NH4 yang terus meningkat
jumlahnya. Besarnya CO2 dan gas pencemar lain yang terakumulasi semakin
hari semakin tinggi, hal tersebut menghambat radiasi sinar matahari
yang mencapai permukaan bumi. Sinar matahari sebagian dipantulkan oleh
akumulasi gas-gas pencemar tersebut kembali ke angkasa, tetapi tertahan
oleh gas lain yang kembali dipantulkan ke bumi yang berakibat semakin
panasnya udara di permukaan bumi. Kenaikan suhu bumi ini akan berakibat
lebih jauh yaitu: mencairnya es di kutub, meningkatnya permukaan air
laut akibat es yang mencair, terendamnya areal pertanian di tepi
pantai akibat naiknya air laut, dan menurunnya produksi hasil pertanian
karena terendamnya areal pertanian di tepi pantai.
2) El Nino
El Nino adalah terjadinya pemanasan temperatur air laut di pantai barat
Peru–Ekuador yang menyebabkan gangguan iklim secara global. El Nino
datang mengganggu setiap dua tahun sampai tujuh tahun sekali. Peristiwa
ini diawali dari memanasnya air laut di perairan Indonesia yang
kemudian bergerak ke arah timur menyusuri ekuator menuju pantai barat
Amerika Selatan sekitar wilayah Peru dan Ekuador. Bersamaan dengan
kejadian tersebut air laut yang panas dari pantai barat Amerika Tengah,
bergerak ke arah selatan sampai pantai barat Peru-Bolivia sehingga
terjadilah pertemuan air laut panas dari kedua wilayah tersebut. Massa
air panas dalam jumlah besar terkumpul dan menyebabkan udara di daerah
itu memuai sehingga proses konveksi ini menimbulkan tekanan udara
menurun (minus). Kondisi ini mengakibatkan seluruh angin yang ada di
sekitar Pasifik dan Amerika Latin bergerak menuju daerah tekanan rendah
tersebut. Angin muson di Indonesia yang datang dari Asia dengan membawa
uap air juga membelok ke daerah tekanan rendah di pantai barat Peru –
Ekuador. Peristiwa tersebut mengakibatkan angin yang menuju Indonesia
hanya membawa uap air yang sedikit sehingga kemarau yang sangat panjang
terjadi di Indonesia. Akibat peristiwa tersebut juga dirasakan di
Australia dan Afrika Timur. Sementara itu, di Afrika Selatan justru
terjadi banjir besar dan menurunnya produksi ikan akibat melemahnya up-welling.
Kemarau panjang akibat El Nino biasanya disertai dengan kebakaran
rumput dan hutan. Pada tahun 1994 dan 1997, baik Indonesia maupun
Australia mengalami kebakaran akibat peristiwa El Nino.
3) La Nina
Peristiwa La Nina merupakan kebalikan dari El Nino. La Nina berarti
bayi perempuan. La Nina berawal dari melemahnya El Nino sehingga air
laut yang panas di pantai Peru dan Ekuador bergerak ke arah barat dan
suhu air laut di daerah itu berubah ke kondisi semula (dingin) sehingga
up-welling muncul kembali sehingga kondisi cuaca kembali
normal. La Nina juga berarti kembalinya kondisi ke keadaan normal
setelah terjadinya El Nino. Air laut panas yang menuju arah barat
tersebut pada akhirnya sampai di Indonesia yang bertekanan dingin
sehingga seluruh angin di sekitar Pasifik Selatan dan Samudra Indonesia
bergerak menuju Indonesia.
Angin tersebut menyebabkan hujan lebat dan banjir karena sangat
banyaknya uap air yang dibawa. Peristiwa La Nina di Indonesia pada
tahun 1955, 1970, 1973, 1975, 1995, dan 1999 terhitung sejak Indonesia
merdeka (1945).
Ozon
Ozon, berasal dari kata kerja bahasa Yunani yang artinya
”mencium”, merupakan suatu bentuk oksigen alotropis (gabungan beberapa
unsur) yang setiap molekulnya memuat tiga jenis atom.
Formula ozon adalah O3, berwarna biru pucat, dan merupakan gas yang
sangat beracun dan berbau sengit. Ozon mendidih pada suhu –111,9° C
(–169.52° F), mencair pada suhu –192,5° C (–314,5° F), dan memiliki
gravitasi 2.144. Ozon cair berwarna biru gelap, dan merupakan cairan
magnetis kuat. Ozon terbentuk ketika percikan listrik melintas dalam
oksigen. Adanya ozon dapat dideteksi melalui bau (aroma) yang
ditimbulkan oleh mesin-mesin bertenaga listrik. Secara kimiawi, ozon
lebih aktif ketimbang oksigen biasa dan juga merupakan agen oksidasi
yang lebih baik. Biasanya ozon digunakan dalam proses pemurnian
(purifikasi) air, sterilisasi udara, dan pemutihan jenis makanan
tertentu.Di atmosfer, terjadinya ozon berasal dari nitrogen oksida dan
gas organik yang dihasilkan oleh emisi kendaraan maupun industri, dan
ini berbahaya bagi kesehatan di samping dapat menimbulkan kerusakan
serius pada tanaman. Pentingnya pengaturan kadar nitrogen oksida yang
dilepas ke udara oleh, misalnya, pembangkit listrik tenaga batu bara
adalah untuk menghindari terbentuknya ozon yang dapat menimbulkan
penyakit pernapasan seperti bronkitis dan asma.
0 comments:
Post a Comment