Sejarah Kerajaan Kalingga
Kerajaan
Kalingga adalah sebuah kerajaan
bercorak Hindu di Jawa Tengah. Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas,
kemungkinan berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten
Jepara sekarang. Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya
diketahui dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu
Shima, yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong
tangannya.
Putri Maharani Shima, Parwati,
menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh yang bernama Mandiminyak, yang
kemudian menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh.
Maharani Shima memiliki
cucu yang bernama Sanaha yang menikah dengan raja ketiga dari Kerajaan Galuh,
yaitu Brantasenawa. Sanaha dan Bratasenawa memiliki anak yang bernama Sanjaya
yang kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732 M).
Setelah Maharani Shima
meninggal di tahun 732 M, Sanjaya menggantikan buyutnya dan menjadi raja
Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi Mataram, dan kemudian
mendirikan Dinasti/Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.
Kekuasaan di Jawa Barat
diserahkannya kepada putranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan Barmawijaya
alias Rakeyan Panaraban.
Kemudian Raja Sanjaya
menikahi Sudiwara puteri Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara,
dan memiliki putra yaitu Rakai Panangkaran.
Pada abad ke-5 muncul Kerajaan
Ho-ling (atau Kalingga) yang diperkirakan terletak di utara Jawa Tengah.
Keterangan tentang Kerajaan Ho-ling didapat dari prasasti dan catatan dari
negeri Cina. Pada tahun 752, Kerajaan Ho-ling menjadi wilayah taklukan Sriwijaya
dikarenakan kerajaan ini menjadi bagian jaringan perdagangan Hindu, bersama Malayu
dan Tarumanagara yang sebelumnya telah ditaklukan Sriwijaya. Ketiga kerajaan
tersebut menjadi pesaing kuat jaringan perdagangan Sriwijaya-Buddha.
Berita
Cina
Berita keberadaan Ho-ling
juga dapat diperoleh dari berita yang berasal dari zaman Dinasti Tang dan
catatan I-Tsing.
Catatan
dari zaman Dinasti Tang
Cerita Cina pada zaman
Dinasti Tang (618 M – 906 M) memberikan tentang keterangan Ho-ling sebagai
berikut.
- Ho-ling atau disebut Jawa terletak di Lautan Selatan. Di sebelah utaranya terletak Ta Hen La (Kamboja), di sebelah timurnya terletak Po-Li (Pulau Bali) dan di sebelah barat terletak Pulau Sumatera.
- Ibukota Ho-ling dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu.
- Raja tinggal di suatu bangunan besar bertingkat,beratap daun palem, dan singgasananya terbuat dari gading.
- Penduduk Kerajaan Ho-ling sudah pandai membuat minuman keras dari bunga kelapa
- Daerah Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading gajah.
Catatan dari berita Cina
ini juga menyebutkan bahwa sejak tahun 674, rakyat Ho-ling diperintah oleh Ratu
Sima (Simo). Ia adalah seorang ratu yang sangat adil dan bijaksana. Pada
masa pemerintahannya Kerajaan Ho-ling sangat aman dan tentram.
Catatan
I-Tsing
Catatan I-Tsing (tahun
664/665 M) menyebutkan bahwa pada abad ke-7 tanah Jawa telah menjadi salah satu
pusat pengetahuan agama Buddha Hinayana. Di Ho-ling ada pendeta Cina bernama Hwining,
yang menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha. Ia bekerjasama dengan pendeta
Jawa bernama Janabadra. Kitab terjemahan itu antara lain memuat cerita
tentang Nirwana, tetapi cerita ini berbeda dengan cerita Nirwana dalam agama
Buddha Hinayana.
Prasasti
Prasasti peninggalan
Kerajaan Ho-ling adalah Prasasti Tukmas. Prasasti ini ditemukan di Desa Dakwu
daerah Grobogan, Purwodadi di lereng Gunung Merbabu di Jawa Tengah. Prasasti
bertuliskan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Prasasti menyebutkan
tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air
tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. Pada prasasti itu ada gambar-gambar
seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai yang
merupakan lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu.
0 comments:
Post a Comment